Jumat, 10 Februari 2012

Angelina Yofanka di Mata Ibunya

Angelina Yofanka ditemukan tak bernyawa setelah hilang selama empat hari saat melakukan arung jeram bersama Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam Ganesha ITB di Sungai Cikadang, Garut, Jawa Barat, Rabu, (09/02). Kejadian ini membuat orang tuanya sangat kehilangan. Fanka adalah sosok yang dirindukan dan harapan keluarga.
Angelina Yofanka biasa dipanggil Fanka lahir di Jakarta 11 Juli 1992 adalah anak sulung dari pasangan Subiakto (50), dan Katrin (47). Ia memiliki seorang adik bernama Rendy Bernandus Randiyanto yang kini masih duduk di kelas 11, SMA Kanisius, Jakarta.
Rabu siang (09/02) di rumah duka Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSP-AD), Jakarta Pusat, KabarKampus berkesempatan berbincang dengan Katrin, ibu Fanka. Dalam suasana yang sedih, Sang Ibu tetap terlihat tegar.
Ia pun menceritakan sosok anak sulungnya yang kelak menjadi harapan keluarga.
Katrin memulai cerita ketika Fanka menunjukkan sertifikat juara nasional kejuaraan nasional arung jeram Ciberang tahun 2011. Ia terkejut saat itu. Sebab yang ia ketahui hobi Fanka adalah mendaki gunung.
Namun Katrin selalu percaya dengan pilihan anaknya. Pada kegiatan arung jeram, hari Minggu lalu (05/02), ia pun mengizinkan Yofanka mengikuti kegiatan tersebut. “Fanka dapat berenang,” kata Katrin. Selain itu selama hidup ia belum pernah masuk rumah sakit. “Fanka adalah anak yang kuat.”
Tak ada firasat apapun sebelum meninggalnya Yofanka, ia hanya pamit untuk rafting.
Ketika masuk Institut Teknologi Bandung pada 2009 lalu, dari puluhan kegiatan ekstra kampus di ITB, Fanka memilih pecinta alam untuk menyalurkan jiwa petualangannya. Meski perempuan ia menyukai kegiatan ekstrim.
“Ia menemukan apa yang diinginkannya.”
Pemilihan jurusan Teknik Kelautan pun merupakan penggambaran jiwanya yang menyukai petualangan dan alam bebas. Fanka juga menyukai pantai. Waktu itu Katrin sempat menanyakan kenapa anak sulungnya tidak memilih jurusan kedokteran. “Kuliahnya lama,” kenang Katrin.
Meski punya segudang kegiatan, Fanka punya komitmen yang tinggi menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Nilai perkuliahannya selalu bagus. “Ketika dia liburan maka kesempatan itu ia gunakan untuk berpetualang, namun ketika kuliah maka ia fokus kepada pelajaran.”
Fanka pun pernah mendapatkan beasiswa di ITB lantaran meraih nilai yang  tinggi. Komitmen seperti itulah  yang membuat Katrin percaya dengan setiap pilihan anaknya.
“Dia anak yang pintar, dan sungguh-sungguh terhadap apa yang dikerjakannya.”


Katrin terus bercerita, seperti tak ada habisnya. Sementara di ruangan, satu demi satu sahabat datang memberikan penghormatan di depan peti mati yang diatasnya terpajang foto Fanka dan salib Kristus. Air mata mereka jatuh. Subiakto, ayah Fanka, hanya diam. Matanya terlihat sembab dan merah. Katrin terus bercerita.
Fanka sangat menyukai anak-anak. Di waktu senggangnya pada hari Sabtu, ia mengajar anak-anak yang tidak mampu di Bandung. Kepedulian itu sudah dilakukannya sejak SMA. “Fanka mengajar anak-anak yang tidak mampu di sekitar rumah.”
Bagi Katrin, Fanka adalah harapan dan tumpuan keluarga. Sosok yang hangat dan terbuka. Dengan adiknya ia sangat akrab, kalau jalan sudah seperti pacaran. Selain itu kepada teman-temannya, ia pun bisa membaca situasi untuk membuat temannya senang.
“Fanka tengah sibuk belajar bahasa Prancis, ia bercita cita mendapatkan beasiswa S2 ke Prancis setelah lulus,” kenang Katrin. Suaranya pelan.
Namun Tuhan berkehendak lain. Putri sulungnya harus pergi untuk selama-lamanya. Semua mimpi itu musnah seketika.
Tak ada orang tua yang tidak terpukul dengan kehilangan seorang anak, namun Katrin telah mengikhlaskan kepergian Angelina Yofanka. “Fanka meninggal karena sesuatu yang dicintainya, berpetualang.”

2 komentar:

  1. Hiks.. :(
    Turut bersedih dengan kepergian yofanka, meskipun aku tidak mengenalnya aku turut berduka cita
    Jual Sepatu

    BalasHapus
  2. Turut berduka cita walau telat dari Bunga Papan Jakarta..

    BalasHapus